visi

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS An Nahl [16]:97).



Wednesday, August 24, 2011

SEJARAH SBG CAHAYA INSPIRASI



Agar kita paham, betapa kuatnya sejarah dalam mengawal kehidupan ini, kita awali dengan sebuah ayat ini,

Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” (QS. Al-Hasyr [59] : 2)

Ayat tersebut terletak di dalam Surat al-Hasyr yang artinya pengepungan. Shahabat Ibnu Abbas, menyebut surat ini dengan nama Surat Bani Nadhir (Tafsir Ibnu Katsir 8/56, MS). Bani Nadhir adalah suku Yahudi yang pernah meninggali bagian selatan Kota Madinah sebelum diusir oleh Nabi SAW dan para shahabat setelah dikepung selama 6 hari saja pada Bulan Rabi’ul Awwal 4 H. Surat ini mengisahkan tentang pengusiran suku Yahudi yang mengkhianati perjanjian dengan Rasulullah itu.

Ayat ini memulai kisah pengepungan dan pengusiran Yahudi Bani Nadhir. Yang menarik adalah penutup ayat tersebut, “fa’tabiru ya ulil abshar (Maka ambillah pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan)”. Sungguh satu ayat ini saja, terdapat pelajaran yang sangat banyak. Tetapi pelajaran-pelajaran itu tidak mampu digali kecuali oleh orang-orang yang mempunyai bashirah atau ilmu yang dalam. Ayat yang begitu hidup hari ini, mengingat arogansi Yahudi di berbagai bidang. Dan merupakan tugas setiap muslim untuk menutup peradaban Yahudi yang sudah terbukti merusak.

Kata pertama dalam ayat ini adalah “Dialah, yaitu Allah”. Ini adalah pelajaran pertama. Bahwa pengusiran Yahudi adalah merupakan anugerah besar dari Allah. Dan tiada yang mampu menghukum mereka kecuali Allah. Lihatlah, bagiamana Allah menyebutkan perannya dalam melemparkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang Yahudi. Untuk itulah muslimin yang hari ini mengeluh tentang tangan besi Yahudi, tidak akan bisa mengusir mereka dari Palestina dan mengubur peradaban mereka di dunia kalau modalnya hanya senjata, ilmu dan uang saja.

Benar bahwa semua itu merupakan variabel penting. Tetapi jika semua itu ditelanjangi dari kedekatan muslimin kepada Allah, terlalu banyak lubang yang bisa dimanfaatkan Yahudi untuk menggagalkan setiap rencana yang merugikan mereka. Kedekatan dengan Allah adalah merupakan harga mati untuk diperhatikan di awal dalam mengusir Yahudi. Begitulah dahulu Nabi, melibatkan para shahabat yang telah lama terdidik menjadi hamba Allah yang dekat dengan-Nya, dalam mengepung dan mengusir Yahudi. Fa’tabiru ya ulil abshar.

Yahudi memang hebat dalam mempengaruhi opini. Bayangkan, sekelas shahabat mengira bahwa mereka tidak akan mampu mengusir Yahudi. Hal ini ditambah dengan kepercayaan diri yang berlebihan dari Yahudi, bahwa mereka yakin tidak akan terusir dari daerah kekuasaannya. Tentu ini merupakan gabungan antara kemampuan menguasai opini dan kemampuan pertahanan mereka, berupa benteng, wilayah dan persenjataan. Bukankah seperti itu pemandangan muslimin hari ini. Banyak yang tidak percaya bahwa Yahudi bisa diusir dan tidak sedikit dari ilmuwan muslim yang pesimis bisa membangkitkan peradaban Islam kembali menggantikan peradaban rusak hari ini. Yahudi sangat percaya diri karena cengkeramannya dalam, hingga ke pedalaman wilayah muslim dan telah mampu merogoh nurani para penguasa muslim. Tapi, ternyata Yahudi Bani Nadhir dengan sangat-sangat mudah diusir oleh muslimin. Fa’tabiru ya ulil abshar.

Yahudi kalah telak dengan cara yang paling hina. Di mana muslimin hanya perlu memandangi, dan mereka merobohkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri. Sungguh kekalahan yang lebih dari sekadar kekalahan. Kekalahan mereka datang dari sisi yang tidak pernah mereka duga. Semua prediksi kekuatan mereka runtuh di hadapan kekuatan muslimin dan pertolongan Allah. Fa’tabiru ya ulil abshar.

Ini baru satu ayat. Ketika kita memasuki Surat ini lebih dalam, kita akan menjumpai lebih banyak lagi inspirasi. Lebih lengkap dan utuh lagi, ketika muslimin mau membuka lembar-lembar sejarah Nabi saat berhadapan dengan Yahudi.

Data berikut ini semakin menguatkan bahwa sejarah mampu memberikan inspriasi. Apa yang harus dikerjakan oleh muslimin terhadap Yahudi:

1. Yahudi Bani Qoinuqo' DIKEPUNG selama 15 hari dan MENYERAH (Syawal 2 H)

2. Yahudi Bani Nadhir DIKEPUNG selama 6 hari dan MENYERAH (Rabi'ul Awwal 4 H)

3. Yahudi Bani Quraidzah DIKEPUNG selama 25 hari dan MENYERAH ((Dzul Qo'dah 5 H)

• Ka'ab bin Asyraf petinggi Yahudi Bani Nadhir DICULIK dan DIBUNUH oleh 5 anak muda dari Anshar Aus

• Sallam bin Abi al-Huqoiq petinggi Yahudi di Khaibar DICULIK dan DIBUNUH oleh 5 anak muda dari Anshar Khazraj

Yahudi hanya perlu dikepung oleh masyarakat sekualitas shahabat Nabi. Mereka orang yang tidak mungkin merenggangkan shaf hanya oleh suap Yahudi. Dikepung dalam arti yang sebenarnya ataupun dikepung dalam makna kiasan.

Adapun petingginya, memang penculikan adalah jawabannya. Bagaimana cara menculiknya, kapan saat yang tepat, dengan skenario seperti apa, bacalah detik per detik peristiwa penculikannya dalam sejarah Nabi SAW.

Sejarah memang mampu menghadirkan kekuatan inspirasi. Contoh di atas hanya salah satu contoh dari lautan inspirasi yang diberikan oleh sejarah. Individu, keluarga, masyarakat, negara, dunia. Semua bisa mereguk kekuatan inspirasi dari sejarah.

Kita, bahkan dunia sering kehilangan inspirasi untuk menghadapi gulungan permasalahan hidup. Apa yang bisa dikerjakan oleh dunia di hadapan mafia narkoba. Jalan apa yang ditawarkan oleh penelitian yang mengaku canggih hari ini untuk melahirkan bukan saja generasi cerdas tetapi juga bermoral. Mana para mafia ekonomi yang merajai dunia dengan teori-teorinya di hadapan keruntuhan ekonomi kapitalis.

Para ulama sejarah Islam yang masih berpikir lurus sudah banyak menuangkan hasil pemikiran yang dicetuskan oleh inspirasi sejarah. Dan masih akan terus dibuka untuk siapapun yang mau memeras akalnya menyarikan inspirasi dari sejarah Islam yang cemerlang.

Dalam Muktamar pandangan kontemporer dalam siroh nabawiyyah yang diadakan di Kuwait 13-17 februari 2010 yang lalu, hadir sebagian ulama siroh. Menggali jernihnya mata air inspirasi siroh untuk hari ini. Inilah beberapa tema kontemporer dari siroh nabawiyyah pada muktamar tersebut:

• DR. Thoriq as-Suwaidan: Ilmu manajemen perbedaan, terapan berdasarkan siroh

• DR. Sa’duddin al-Utsmani : Perilaku politik Rasulullah

• Prof. DR. Thoriq al-Habib: Ketika mencapai usia 40 tahun (analisa psikologi)

• DR. Abdul Karim as-Syathi : Handzalah kembali kepada kalian

Siroh juga dimuktamarkan secara dunia yang dihadiri berbagai ulama siroh dari berbagai negara. Pada muktamar sunnah dan siroh nabawiyyah yang ke-3 yang diadakan di Doha, Qatar pada tahun 1400 H, ketua muktamar Syekh Abdullah bin Ibrahim al-Anshari memberikan sambutannya,

“Siapa yang lebih berhak dibandingkan kita untuk mempelajari siroh beliau (Rasulullah SAW) dari waktu ke waktu. Khususnya pada saat ini di mana umat ini sedang mengalami masa-masa sulit. Kondisi gelap yang sedang dilewati umat ini. Bertubi-tubinya musibah, kepedihan, krisis dan cobaan.”

“Siapa yang lebih berhak dibandingkan kita untuk menarik pelajaran-pelajaran dari siroh dari berbagai dimensi luasnya. Dengannya kita bisa menjelaskan tentang karya, konsep hidup untuk anak dan cucu. Agar ini menjadi senjata mereka yang ampuh untuk menghadapi pertarungan tantangan peradaban dan pembangunan diri. Agar mereka mampu mempertahankan diri dari berbagai serangan buas dari musuh-musuh mereka, yang menyasar agama, kemuliaan, nilai dan pondasi hidup mereka. Bahkan menyasar eksistensi mereka sebagai sebuah umat di muka bumi ini.”

Sangat jelas bahwa siroh Nabi SAW memberikan inspirasi di berbagai dimensi kehidupan. Siroh telah memberikan tantangannya bagi siapapun untuk menggali inspirasi darinya.

Berikut ini adalah sebagian dari tema-tema dalam muktamar ke-3 :

1. Analisa perjanjian-perjanjian di zaman Rasulullah SAW, pemakalah: Mufti Atiq ar-Rahman al-Utsmani, Ketua Majlis Konsultasi India

2. Siasat Rasul SAW dalam peperangannya melawan Yahudi, pemakalah: DR. Ihsan Tsuraya Shirama (Turki)

3. Rasul SAW di dalam rumahnya, pemakalah: DR. Abdul Adzim al-Dib (Mesir)

4. Kehidupan militer Rasul SAW, pemakalah: Syekh Abdul Lathif Zaid (Qatar)

5. Rasul SAW dan Ilmu, pemakalah: DR. Yusuf al-Qaradhawi (Qatar)

6. Masyarakat Madinah sebelum hijrah dan setelahnya, pemakalah: DR. Akram Dhiya’ al-‘Umari (Irak)

Dalam muktamar tersebut, tidak hanya diikuti oleh para ahli agama. Almarhum Mayjen Mahmud Syits Khattab, salah seorang panglima militer di Irak yang aktif mendalami Sirah Nabawiyyah adalah termasuk yang hadir dalam diskusi siroh internasional tersebut.

Karya-karya inspiratifnya dalam mendalami bidangnya yaitu militer sungguh sangat berharga dan kelak akan menjadi panduan saat penyambut siroh ini mulai banyak.

Bukunya yang berjudul Rasul sang panglima ditulisnya dalam 543 halaman. Selain itu ada beberapa bukunya yang mendalami siroh Rasulullah dari sisi militer. Di antaranya:

• Menjaga Rahasia dalam Militer dari Siroh Nabawiyyah.

• Manajemen perang dalam jihad Islami

• Rapat militer di masa kerasulan

• Peran militer dari masjid (sebuah makalah yang kemudian disempurnakan menjadi buku dalam 386 halaman. Dipresentasikan di muktamar peran masjid di Mekah tahun 1975)

Dan masih ada beberapa karya beliau yang sangat inspiratif hasil kajian mendalam pada siroh nabawiyyah.

Kekuatan inspirasi dari siroh dan sejarah Islam secara umum, sungguh tidak diragukan lagi. Banyak hal yang bisa kita kerjakan di hari dunia sedang kebingungan meneruskan langkah peradabannya. Banyak hal yang harus kita pelajari dari sejarah kita yang cemerlang untuk menjadi pengganti para pemegang peradaban hari ini.

Tetapi sebelum itu semua, siapa yang mau menggali dan terus menggali inspirasi dari siroh nabawiyyah dan sejarah Islam. Untuk disampaikan kepada muslimin dan dunia. Mari berkarya!



CAHAYA MOTIVASI


Di samping Ka'bah. Tepatnya di dalam bangunan setengah lingkaran yang dikenal dengan Hijr Ismail. Di samping rumah Allah yang suci itu berkumpul 4 orang. Mereka bukan sembarang orang. Tiga orang di antara mereka adalah Abdullah, Mush'ab, dan 'Urwah. Mereka adalah putra shahabat Nabi Zubair bin Awwam dengan Asma' putri Abu Bakar. Artinya mereka bertiga adalah keponakan ummul mukminin Aisyah radhiallahu anha. Bahkan orang keempatnya adalah shahabat mulia Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma. Dan kita semua kenal shahabat yang dikenal merupakan duplikasi sempurna dari ayahnya, Umar bin Khattab radhiallahu anhu.

Bukan tentang agama yang mereka perbincangkan. Bukan pula tentang masalah umat yang mereka diskusikan. Mereka sedang bermimpi bersama. Mimpi dalam keterjagaan. Bukan mimpi bunga tidur. Mimpi yang akan menjadi landasan kuat untuk mereka berkarya.

Majlis orang-orang shalih itu dibuka dengan kata: tamannaw (bermimpilah!). Abdullah bin Zubair memulai: Saya ingin mendapat kekhilafahan.

Selanjutnya, 'Urwah menyahut: Saya ingin menjadi tempat mengambil ilmu.

Mush'ab pun menyampaian keingnannya: Saya ingin memimpin Irak dan menikahi dua wanita; Aisyah binti Thalhah dan Sukainah binti al-Husain.

Dan ditutup oleh Ibnu Umar: Adapun saya menginginkan ampunan Allah.

Dan berikut ini penjelasan adz-Dzahabi yang menukilkan kisah tersebut dari jalan Abu az-Zannad, "Mereka semua mendapatkan impian mereka dan sangat mungkin Ibnu Umar telah diampuni dosanya." (Siyar a'lam an-Nubala' 2/141)

Begitulah, semua berawal dari mimpi. Selanjutnya, Abdullah bin Zubair benar-benar menjadi khalifah. 'Urwah yang dikenal sangat dekat dengan Aisyah radhillahu anha, benar-benar menjadi ulama tempat masyarakat mengambil ilmu. Mush'ab bin Zubair memimpin Irak dan menikahi dua wanita pintar, shalih dan cantik di zamannya itu. Hanya permintaan Abdullah bin Umar yang tidak bisa kita saksikan buktinya. Karena ampunan Allah merupakan sesuatu yang ghoib. Tetapi seperti penjelasan adz-Dzahabi, Ibnu Umar sangat mungkin telah diampuni Allah. Bagaimana tidak, siapa yang tidak kenal dengan Ibnu Umar dan keshalihannya.

Mari kita lihat perjalanan hidup seorang Abdullah bin Zubair, dari mimpi besar hingga mencapai puncak tertinggi dari kekuasaan pemerintahan Islam. Tidak ada ambisi yang membuatnya lupa daratan. Tidak ada syahwat tersembunyi terhadap kekuasaan hingga ia gadaikan agama dan umatnya. Tidak ada. Perjalanannya sangat alami selayaknya seorang muslim baik yang berkualitas pemimpin dunia.

Sejarah menyebutnya sebagai seorang ahli ilmu yang zuhud, ahli berkuda Quraisy, pemberani pilih tanding. Bergabung dalam Perang Yarmuk saat masih remaja. Ia juga ikut dalam jihad menaklukkan Afrika, Maroko, Konstantinopel dan sebagainya.

Sejarah juga menyebutkan bahwa Aisyah yang minta dipanggil dengan Ummu Abdillah (ibunya Abdullah) —padahal Aisyah tidak dianugerahi keturunan—, mengambil dari nama keponakannya ini. Begitu kecintaan dan kedekatan seorang ummul mukminin pada calon orang besar itu.

Masa hidupnya di Madinah dilaluinya sebagai seorang muslim, mujahid, ahli ibadah. Di sela-sela hidupnya inilah ia sematkan mimpi yang diukir bersama tiga orang teman baiknya di Hijir Ismail. Tidak ada kampanye, yang ada adalah membangun diri menjadi hamba Allah sejati. Tidak ada intrik politik, yang ada adalah membangun integritas diri.

Begitulah perjalanan hidupnya. Hingga Khalifah masa itu, Muawiyah bin Abi Sufyah meninggal dan digantikan oleh anaknya Yazid bin Muawiyah. Menurut ijtihadnya, Yazid tidak layak menjadi khalifah mengingat masih sangat banyak orang yang lebih hebat dan layak untuk menjadi pemimpin tertinggi pemerintahan Islam masa itu. Tidak ada rekayasa pada pendapat Abdullah dan Abdullah memang benar. Para ahli sejarah pun mempunyai pembahasan panjang tentang kelayakan seorang Yazid untuk menjadi khalifah. Abdullah tidak sendirian dengan pendapatnya itu. Begitulah rencana Allah dijalankan untuk mencapai mimpi bersama yang pernah disematkan Abdullah. Inilah jalannya.

Saat Yazid meminta baiat dari penduduk Madinah, Abdullah menolak dan ia meninggalkan Madinah menuju Mekah tempat ia mendeklarasikan dirinya menolak kekhalifahan Yazid dan meminta masyarakat membaiat dirinya. Yazid mengirimkan pasukannya di Madinah, tetapi gagal menghentikan Abdullah. Hijaz (Mekah, Madinah dan sekitarnya), Yaman, Mesir, Irak, Khurasan dan sebagian besar Syam akhirnya membaiat Abdullah bin Zubari sebagai khalifah tahun 64 H. Pemerintahannya berlangsung cukup lama. Hingga Bulan Jumadil Ula tahun 73 H, ketika ia terbunuh di tangan Hajjaj bin Yusuf dengan manjanik di samping Ka'bah yang mulia. Umurnya saat itu telah mencapai lebih dari 70 tahun.

Sebagian besar ahli sejarah menyatakan bahwa kekhilafahan Abdullah bin Zubair legal dan sah secara hukum. Mengingat bahwa sebagian besar wilayah Islam tunduk di bawah pemerintahan Abdullah. Di antara para ahli sejarah tersebut adalah Ibnu Katsir, Ibnu Atsir dan ath-Thabari.

Saat Abdullah membuktikan mimpi hidupnya, saat itulah ia pun menjadi jalan bagi saudaranya Mush'ab bin Zubair yang saat itu bermimpi ingin memimpin Irak, untuk membuktikan mimpinya. Abdullah menyerahkan kepemimpinan Irak kepada saudaranya itu.

Hari ini, banyak orang yang tidak sanggup sekadar bermimpi besar dalam hidupnya. Padahal tidak ada yang melarang, tidak pula bayar alias gratis seratus persen. Ketidakberanian itu disebabkan ia sedang mengukur kemampuannya saat ini yang mustahil mencapai mimpi yang terlalu besar. Keterbatasan sering menjadi penghalang untuk seseorang bermimpi besar. Padahal, bagaimana ia akan sampai pada sesuatu yang tiada pernah diimpikannya sepanjang hidupnya. Minimalnya adalah bersitan dalam hati dan fikirannya, walau mungkin hanya sesaat dari sekian juta jam yang ia miliki.

Membaca sejarah orang-orang besar Islam terdahulu bisa menghadirkan motivasi. Banyak orang besar hadir dari keterbatasan di masa lalunya. Miskin, bukan orang terpandang, yatim, dari keluarga biasa. Tetapi mereka mengantongi semua variabel kebesaran yang tergabung dalam dua kata: Iman dan ilmu.

Iman terus dibangun dan ditebalkan seiring semakin bertambah dekatnya ia dengan Allah. Dan ilmu terus ditingkatkan, hingga ia layak menjadi pemegang urusan muslimin. Dan akhirnya, sebab yang telah diraihnya mendatangkan hukum kausalitas dan janji Allah. Hukum kausalitas itu berbunyi: Mereka yang layak, yang layak mengambil posisi layak. Dan janji Allah tercermin dalam ayat ini,

"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Mujadilah [58] : 11)

Benar, seperti penutup ayat agung tersebut; Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada yang terlewatkan dari ilmu Allah berupa usaha maksimal untuk meningkatkan iman dan ilmu. Allah melihat semuanya. Allah Maha Mengetahui usaha maksimal dan Maha Mengetahui kapan saatnya janji itu diberikan.

Begitulah sejarah menjadi motivasi yang luar biasa. Di semua wilayah hidup. Saat kita menginginkan peningkatan ibadah, bacalah sejarah ibadah orang-orang besar dalam sejarah. Saat kita ingin semangat menuntut ilmu. Saat kita ingin menikmati kelelahan dalam mendidik generasi. Saat kita ingin menjadi keluarga pengukir peradaban di tengah keterbatasan hari ini. Apapun motivasi yang ingin kita dapatkan, tinggal membaca sejarah dan sejarah akan merayapi seluruh dinding hati kita membangkitkan motivasi.

Saat motivasi bukan barang murah hari ini, mengapa tidak kita buka saja sejarah untuk mendapatkannya.



Tuesday, August 23, 2011

Menyambut Hari Fithri



Idul Fithri adalah hari paling berbahagia bagi setiap muslim. Begitulah hari raya. Namun di akhir Ramadhan atau hari Idul Fithri ada dua kewajiban yang mesti diingat, yaitu zakat fithri dan berkenaan dengan shalat ‘ied. Itulah yang akan dibahas singkat pada tulisan sederhana ini.

Kewajiban Zakat Fithri

Zakat fithri berarti zakat yang diwajibkan karena berkaitan dengan waktu ifthor (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan. Zakat ini disandarkan pada kata fithri karena fithri (tidak berpuasa lagi) adalah sebab dikeluarkannya zakat tersebut (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 23/335). Kadang disebut pula dengan fitroh yaitu dimaksudkan untuk harta yang dikeluarkan sebagai zakat fithri (Al Majmu’, 6/103).

Zakat Fithri adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan. Bahkan Ishaq bin Rohuyah menyatakan bahwa wajibnya zakat fithri seperti ada ijma’ (kesepakatan ulama) di dalamnya (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/58). Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Zakat fithri ini wajib ditunaikan oleh: (1) setiap muslim, (2) yang mampu mengeluarkan zakat fithri. Menurut mayoritas ulama, batasan mampu di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan zakat fithri. Orang seperti ini yang disebut ghoni (berkecukupan). (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/80-81)

Dari syarat di atas menunjukkan bahwa kepala keluarga wajib membayar zakat fithri orang yang ia tanggung nafkahnya (Mughnil Muhtaj, 1/595). Menurut Imam Malik, ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama, suami bertanggung jawab terhadap zakat fithri si istri karena istri menjadi tanggungan nafkah suami (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/59).

Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri jika ia bertemu terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fithri. Jika dia mendapati waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fithri (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/58). Alasannya karena zakat fithri berkaitan dengan hari fithri, hari tidak lagi berpuasa.

Bentuk Zakat Fithri

Bentuk zakat fithri adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua bentuk zakat fithri kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan setengah sho’. Satu sho’ adalah ukuran takaran yang ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para ulama berselisih pendapat bagaimanakah ukuran takaran ini. Lalu mereka berselisih pendapat lagi bagaimanakah ukuran timbangannya. Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat cakupan penuh telapak tangan yang sedang. Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sho’ kira-kira 2,157 kg. Artinya jika zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg seperti kebiasan di negeri kita, sudah dianggap sah. Wallahu a’lam.

Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh menyalurkan zakat fithri dengan uang yang senilai dengan zakat. Karena tidak ada satu pun dalil yang menyatakan dibolehkannya hal ini. Imam Ahmad ditanya oleh seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk zakat fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (Al Mughni, 4/295)

Menyalurkan Zakat Fithri

Penerima zakat fithri hanyalah khusus untuk fakir miskin saja, bukan untuk 8 golongan sebagaimana disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60. Jadi penerima zakat fithri berbeda dengan zakat maal. Karena dalam hadits sendiri disebutkan, “Zakat fithri sebagai makanan untuk orang miskin.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, hasan)

Perlu diketahui bahwa waktu pembayaran zakat fithri ada dua macam: (1) waktu afdhol yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied; (2) waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sahabat Ibnu ‘Umar. Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan, “Seandainya zakat fithri jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri telah diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud disyari’atkannya zakat fithri yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut zakat fithri. … Karena maksud zakat fithri adalah untuk mencukupi si miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh didahulukan jauh hari sebelum waktunya.” (Al Mughni, 4/301)

Zakat fithri disalurkan di negeri tempat seseorang mendapatkan kewajiban zakat fithri yaitu di saat ia mendapati waktu fithri (tidak berpuasa lagi). Karena wajibnya zakat fithri ini berkaitan dengan sebab wajibnya yaitu bertemu dengan waktu fithri. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 23/345)

Di Hari Idul Fithri

Setelah mengetahui kewajiban zakat fithri, satu perintah lagi di hari Idul Fithri yang perlu kita pahami, yaitu shalat ‘ied. Hukum shalat ‘ied sendiri adalah wajib menurut pendapat yang lebih kuat. Alasannya disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, “Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan untuk melakukan shalat ‘ied. Lalu beliau sendiri dan para khulafaur rosyidin (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali), begitu pula kaum muslimin setelah mereka terus menerus melakukan shalat ‘ied. Dan tidak dikenal sama sekali kalau di satu negeri Islam ada yang meninggalkan shalat ‘ied. Shalat ‘ied adalah salah satu syi’ar Islam yang tersohor. … Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi keringanan bagi wanita untuk meninggalkan shalat ‘ied, lantas bagaimana lagi dengan kaum pria?”

Tuntunan Sebelum Shalat ‘Ied

1. Waktu shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat. Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fithri dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.”

2. Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Disunnahkan untuk mandi sebelum berangkat shalat seperti praktek Ibnu ‘Umar. Lalu berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Zaadul Ma’ad, 1/425)

4. Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat ‘Idul Fithri (HR. Ahmad, hasan).

5. Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied (As Silsilah Ash Shahihah no. 171).

6. Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda (HR. Bukhari).

7. Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai kendaraan kecuali jika ada hajat (HR. Ibnu Majah, hasan).

8. Tidak ada shalat sunnah qobliyah dan ba’diyah ‘ied (HR. Bukhari dan Muslim).

9. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat, beliau pun mengerjakan shalat ‘ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatul Jaam’iah.” Yang termasuk ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi. (Zaadul Ma’ad)

Tata Cara Shalat ‘Ied

Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.

1. Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.

2. Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/ tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar.

3. Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.”

4. Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua.

5. Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dan seterusnya).

6. Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua. Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.

7. Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.

8. Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah Jum’at). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan tanpa memakai mimbar. Beliau pun memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya (Lihat Zaadul Ma’ad dan Shahih Fiqh Sunnah). Jama’ah boleh memilih mengikuti khutbah ‘ied atau tidak (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, shahih).

Taqobalallahu minna wa minkum (Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian). Semoga Allah menjadi kita insan yang istiqomah dalam menjalankan ibadah selepas bulan Ramadhan. (*)

Bandung, 15 Ramadhan 1432 H (15 Agustus 2011)



Manfaat Buah Kurma


Kurma adalah buah yang tumbuh dari pohon palem keluarga Arecaceae dari genus phoenix. Nama ilmiah kurma adalah dactylifera phoenix. Kurma diyakini berasal dari tanah di sekitar tepi sungai Nil dan Efrat. Sekarang pohon kurma dibudidayakan secara luas di wilayah beriklim hangat di semua benua, termasuk di Afrika, Australia dan Amerika (California).

Kurma segar memiliki daging berserat lembut dan rasanya sangat manis, seperti campuran sirup gula dan madu. Daging buah kurma berisi gula sederhana seperti fruktosa dan dekstrosa yang mudah dicerna dan cepat mengisi ulang energi tubuh. Karena karakteristik tersebut, kurma sangat cocok untuk mengawali berbuka puasa.


Rincian kandungan gizi kurma (per 100 g)

(Sumber: USDA National Nutrient Database)

Unsur Nilai gizi Persen kecukupan gizi

Energi 277 Kkal 14%

Karbohidrat 74,97 g 58%

Protein 1,81g 3%

Total Lemak 0,15 g <1%

Kolesterol 0 mg 0%

Serat makanan 6,7 g 18%

Asam Folat 15 mcg 4%

Niacin 1,610 mg 10%

Asam pantotenat 0,805 mg 16%

Piridoksin 0,249 mg 19%

Riboflavin 0,060 mg 4.5%

Thiamin 0,050 mg 4%

Vitamin A 149 IU 5%

Vitamin C 0 mg 0%

Vitamin K 2,7 mcg 2%

Sodium 1 mg 0%

Potasium 696 mg 16%

Kalsium 64 mg 6.5%

Tembaga 0,362 mg 40%

Besi 0,90 mg 11%

Magnesium 54 mg 13%

Mangan 0,296 mg 13%

Fosfor 62 mg 9%

Seng 0,44 mg 4%

Beta karoten 89 mcg –

Lutein-zeaxanthin 23 mcg –

Kandungan nutrisi kurma

Kurma memiliki daftar panjang kandungan nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh. Tabel di atas  menunjukkan kandungan gizi dan unsur non-gizi yang ada pada kurma.

Kurma matang mengandung gula sekitar 80%, sisanya terdiri dari protein, lemak dan produk mineral termasuk tembaga, besi, magnesium dan asam folat. Kurma kaya dengan serat dan merupakan sumber kalium yang sangat baik. Lima butir kurma (sekitar 45 gram) mengandung sekitar 115 kalori, hampir semuanya dari karbohidrat.

Khasiat buah kurma

1. Kaum Arab Badui, yang makan kurma secara teratur, menunjukkan tingkat kejadian yang sangat rendah dari kanker dan penyakit jantung.

2. Buah kurma kaya serat yang mencegah penyerapan kolesterol LDL dalam usus. Kandungan serat kurma juga membantu melindungi selaput lendir usus dengan mengurangi paparan dan mengikat bahan kimia yang menyebabkan kanker usus besar.

3. Sebagai makanan laksatif (laxative food), kurma bermanfaat melancarkan buang air besar dan mencegah konstipasi.

4. Kurma mengandung antioksidan yang dikenal sebagai tanin. Tanin diketahui bersifat anti-infeksi, anti-inflamasi dan anti-hemoragik.

5. Kurma adalah sumber vitamin A, yang dikenal memiliki sifat antioksidan dan sangat penting untuk kesehatan mata. Vitamin A juga diperlukan menjaga kulit tetap sehat. Konsumsi buah-buahan alami yang kaya akan vitamin A diketahui membantu melindungi dari kanker paru-paru dan rongga mulut.

6. Kurma merupakan sumber zat besi yang sangat baik. Besi adalah komponen dari hemoglobin di dalam sel darah merah yang menentukan daya dukung oksigen darah.

7. Kalium dalam kurma adalah komponen penting dari sel dan cairan tubuh yang membantu mengendalikan denyut jantung dan tekanan darah, sehingga memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung koroner dan stroke.

8. Kalsium merupakan mineral penting dalam pembentukan tulang dan gigi, dan dibutuhkan oleh tubuh untuk kontraksi otot, penggumpalan darah dan konduksi impuls saraf.

9. Mangan digunakan oleh tubuh sebagai unsur pendukung untuk enzim antioksidan superoksida dismutase.

10. Tembaga diperlukan dalam produksi sel darah merah.

11. Magnesium sangat penting bagi pertumbuhan tulang.

12. Kurma kaya akan vitamin K dan vitamin B-kompleks, yaitu piridoksin (vitamin B-6), niacin, asam pantotenat dan riboflavin. Vitamin ini membantu tubuh dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Vitamin K sangat penting dalam pembekuan darah dan metabolisme tulang.

Kalau begitu, betul sekali anjuran Nabi Muhammad untuk mengawali berbuka puasa dengan tiga butir kurma!



Buah Tin dan Sejuta Manfaatnya



Selasa, 23 Agustus 2011 13:09 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Buah Tin. Namanya mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Di dalam Al-Qur'an pun terdapat surat tentang buah ini. Tetapi kita jarang atau bahkan belum melihat buahnya. Di Indonesia memang masih segelintir orang yang mencoba mengembangbiakannya.

Jika anda pergi ke Jakarta Timur, ada salah satu tempat pembibitan buah tin. Bertempat di jalan Cipinang Jaya no. 17, tempat pembibitan ini mengembangbiakan bermacam-macam pohon tin. Tempat ini juga menyelenggarakan kursus dan penyuluhan penanaman pohon tin.

Suwandi, salah satu pegawai pembibitan, mengatakan, pohon tin sebelumnya tidak ada di Indonesia. Ia harus mengimpor dari negara asalnya. "Buah tin merupakan buah yang produktif karena terus menerus berbuah tanpa mengenal musim," jelasnya. Buah tin memiliki keunikan. Ia berbuah tetapi tidak berbunga.

Buah ini memiliki banyak varietas. Paling tidak terdapaat dua belas macam buah tin. Diantaranya adalah yordan, tin ungu, red palestine, red turki, brown turki, negronne, black ischia, libya, black turki, long yellow, panace tiger, dan flanders. Namun di tempat pembibitan ini hanya terdapat enam varietas, yordan, tin ungu, red palestine, brown turki, libya, dan black turki.

Makin Hitam, Makin Manis

Pohon tin yordan adalah jenis yang paling terkenal di Indonesia. "Jenis ini paling sering berbuah," ujar Suwandi. Di tanam di dalam pot pun sering berbuah. Jika sudah matang, buahnya akan menguning. Rasa buah tin yordan ini paling manis dibandingkan buah tin lainnya.

Tin jenis brown turki pun tergolong rajin berbuah walaupun di dalam pot. Rasanya manis tetapi tidak semanis yordan. Seperti namanya, buah ini berwarnna coklat.

"Semakin hitam, buahnya semakin manis," imbuhnya.

Tin ungu memiliki karakeristik daun yang berbeda. Jika tin lain memiliki daun yang beruas lima, tin ungu memiliki daun beruas tiga dan tebal seperti daun jati. "Umumya yang masih kecil belum beruas," jelasnya. Kelemahan dari jenis ini, hanya berbuah jika ditanam di tanah.

Tin libya memiliki daun yang lebih tebal. buahnya lebih kecil dibandingkan buah tin lain, kira-kira hanya setengah dari besar buah tin lainnya. tin yang berwarna merah dinamakan red palestine. Daunnya mirip seperti libya. Jika masih kecil, buahnya berwarna hijau dengan ujung merah. Yang masih langka dan sedang dicoba pengembangbiakannya adalah black turki. Buahnya lebih besar dan berwarna hitam. Daunnya pun besar.

Manfaat Buah Tin

Banyak manfaat yang dimiliki oleh buah tin. Buah tin mengandung kalium, omega tiga dan omega enam yang berfungsi untuk menjaga tekanan darah tinggi dan serangan jantung koroner. Kandungan coumarin dalam buah tin dapat mengurangi resiko kanker prostat. Buah tin juga mengandung kalsium untuk mencegah osteoporosis dan membantu meningkatkan kepadatan tulang. Kandungan kalsium yang tinggi membuat buah tin dapat dimakan sebagai alternatif asupan kalsium bagi orang yang alergi terhadap produk susu.

Kandungan trytophan-nya dapat menghindari insomnia dan membuat kualitas tidur yang baik. Pektin yang terdapat di dalam buah tin pun dapat membantu mengurangi kolesterol darah. Buah tin sangat efektif untuk proses penurunan berat badan karena kaya serat.

Jika dikonsumsi secara rutin, dapat membantu mengurangi resiko kanker payudara dan kanker usus besar. Rajin mengkonsumsi buah tin dapat mengurangi kelelahan, meningkatkan daya memori otak, dan mencegah anemia. Efek pencahar yang terkandung dalam buah tin dapat membantu mengobati sembelit kronis. Buah tin kaya akan fenol dan benzaldehid yang berguna sebagai zat anti tumor serta dapat membunuh mikroorganisme penyebab penyakit, jamur, virus dalam tubuh manusia.

Selain buahnya, daunnya juga memiliki manfaat. Beberapa manfaatnya yaitu untuk obat kencing batu, diabetes, dan asam urat. "Rebus lima ruas daun tin, lalu diminum airnya," ujar Suwandi. Air rebusan tersebut dapat membantu pasien diabetes mengurangi jumlah asupan insulin dan infeksi ginjal.

Cara Budidayakannya

"Cara pencangkokan pohon tin sangat mudah," ujarnya. Metode yang ia gunakan adalah metode cangkok praktis. Media yang diperlukan hanyalah kompos dan tanah gembur. Kompos bisa diganti dengan sabut kelapa untuk hasil yang lebih baik. Perbandingannya adalah satu banding satu.

Kupas batang pohon. Media yang telah dibungkus plastik dilubangi sedikit lalu ditempelkan pada batang tadi. Ikat. Akar akan tumbuh dalam platik tersebut dalam jangka waktu tiga minggu. Setelah tumbuh akar, potong. Tanam dalam polibag lalu simpan di tempat teduh selama satu minggu. "Setelah satu minggu bisa disimpan di bawah terik matahari," jelasnya.

Pohon tin lebih bagus jika ditanam di tempat panas. "Cara memindahkan pohon tin dari polibag juga cukup mudah," jelsnya. Gali lubang berukuran sedang dalam tanah. Biarkan dua sampai tiga hari. Setelah tiga hari, campur tanah dengan kompos atau pupuk kandang. Kemudian pindahkan tanaman dari polibag.

Perawatan selanjutnya adalah menyiram pohon ini setiap pagi. "Idealnya, tanaman ini disemprot atau disiram dengan campuran M-4, air dan gula pasir," jelasnya. Perbandingannya adalah setengah botol m-4, dua puluh liter air, dan setengah kilo gula pasir. Setelah dicampur, diamkan selama tiga hari. Semprot pada daun atau siram pada batang. Penanaman pohon tin sebaiknya pada pagi, sore, atau ketika cuaca mendung. "Jangan ketika panas," tutupnya.

Redaktur: Didi Purwadi



HADIAH HARAM PEJABAT PUBLIK



Sinopsis

Memberi, menerima dan saling membalas hadiah adalah hal yang dianjurkan di dalam Islam. Malangnya, dalam konteks keindonesiaan yang saat ini dirundung wabah korupsi akut, hadiah sering disalahgunakan sebagai salah satu sarana atau modus korupsi, menjadi semacam budaya upeti, entah dalam bentuk bingkisan kepada pejabat (yang akan "ditagih budi" kemudian) atau the so called "uang terima kasih".

Bagaimana Islam memandang ini? Kami akan coba menyajikan pembahasan dengan dalil dan referensi yang jelas, mulai dari hukum hadiah itu sendiri, hingga adanya larangan tegas di dalam Islam bagi pejabat untuk menerima hadiah.

Singkatnya, secara umum Islam mengharamkan pegawai negeri dan pejabat negara untuk menerima hadiah.

Definisi Hadiah

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan hadiah sebagai pemberian (kenang-kenangan, penghargaan, penghormatan) atau ganjaran (karena memenangkan perlombaan).

Imam Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah menjelaskan hibah adalah semua jenis pembebasan. Di antaranya adalah: hibah utang, yaitu membebaskan debitur dari kewajibannya membayar utang; sedekah, yaitu pemberian yang semata-mata mengharapkan pahala di akhirat kelak; hadiah, yaitu pemberian untuk memuliakan sang penerima.

Kesimpulannya, hadiah adalah pemberian sesuatu kepada manusia dengan tujuan untuk penghormatan atau pemuliaan kepada penerima.

Islam Menganjurkan Memberi Hadiah

Islam sangat menganjurkan untuk memberi hadiah, sebagai bentuk penghormatan dan sarana mempererat silaturrahim. Di dalam sebuah hadits shahih, nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ

Dari Abu Hurairah dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai para wanita muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan tetangganya walaupun hanya ujung kaki kambing." (HR Bukhari, Muslim, Ahmad)

Di dalam riwayat dari imam At Tirmidzi, hadits di atas diawali dengan kalimat:

تَهَادَوْا فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ

Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan sifat benci dalam dada. (HR Tirmidzi, beliau berkata hadits ini gharib.) [3]

Terdapat kata ujung kuku (فِرْسِنَ) pada hadits Bukhari-Muslim di atas. Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa maknanya adalah tulang yang sangat sedikit dagingnya. Perintah nabi di sini tidak dipahami secara harfiah (memberikan kuku kambing), namun perintah ini merupakan gambaran untuk memberi hadiah meskipun sangat sedikit. Hendaknya seseorang tidak merasa segan memberi hadiah kepada tetangganya hanya karena nilainya yang kecil.

Terdapat anjuran untuk memberi hadiah meskipun sedikit, sebab memberi hadiah yang banyak tidak dapat dilakukan dengan mudah setiap saat. Kemudian bila yang sedikit dilakukan berkesinambungan, niscaya akan menjadi banyak.

Islam Menganjurkan Menerima Hadiah

Selain menganjurkan untuk memberi hadiah, nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga menganjurkan umatnya untuk menerima hadiah walau sedikit. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ دُعِيتُ إِلَى ذِرَاعٍ أَوْ كُرَاعٍ لَأَجَبْتُ وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ ذِرَاعٌ أَوْ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ

Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya aku diundang untuk jamuan (makan) paha atau kaki kambing, niscaya aku penuhi. Sekiranya aku diberi hadiah paha atau kaki kambing, niscaya aku terima". (HR Bukhari, Muslim, Ahmad)

Terdapat kata kuraa' (كُرَاعٍ) pada hadits di atas. Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah bagian bawah lutut hewan (betis kambing), tempat yang terdapat hanya sedikit daging. Sementara itu, di dalam hadits tersebut bagian paha juga disebutkan sebagai tempat yang sangat berdaging.

Terlihat bagi kami, secara harfiah hadits di atas menjelaskan bahwa nabi akan menerima hadiah, baik itu paha kambing (sebagai gambaran hadiah yang banyak), maupun betis kambing (sebagai gambaran hadiah yang sedikit).

Imam Ibnu Hajar menjelaskan dari dua hadits di atas, nabi mengisyaratkan dengan menyebut ujung kuku dan betis kambing sebagai anjuran untuk menerima hadiah meskipun kecil nilainya, agar dorongan orang untuk memberi hadiah juga tidak terhalang hanya karena nilainya. Untuk itu nabi memberi motivasi untuk menerima hadiah seperti itu, karena dapat menyatukan hati. [6]

Islam Menganjurkan Membalas Hadiah

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا

Dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menerima pemberian hadiah dan membalasnya". (HR Bukhari, Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad)

Islam Menganjurkan Memberi Hadiah Kepada Tetangga Terdekat

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي ؟ قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا

Dari 'Aisyah radliallahu 'anha: Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, aku punya dua tetangga, siapa yang paling berhak untuk aku beri hadiah?" Beliau bersabda: "Kepada yang lebih dekat pintunya darimu". (HR Bukhari)

Hadits di atas menjelaskan apabila orang yang akan diberi hadiah memiliki kesamaan dalam semua sifat, pada kondisi ini diutamakan orang lebih dekat posisinya dengan pemberi hadiah. [7]

Banyak lagi dalil-dalil yang menjelaskan keutamaan hadiah. Intinya, Islam menganjurkan untuk saling memberi dan menerima hadiah, tanpa melihat besar atau nilainya. Karena ini bisa menjalin silaturrahim, mendekatkan hati dan menghilangkan perasaan kebencian.

Islam Melarang Menerima Hadiah Dalam Kondisi Tertentu

Namun ada pula beberapa kondisi tertentu, di mana Islam melarang atau mengharamkan menerima hadiah. Apakah ini berarti Islam tidak konsisten di dalam hukum-hukumnya? Sama sekali tidak. Di dalam terminologi ushul fiqih, ini dikenal dengan istilah kaidah khas (khusus) dan amm (umum).

Secara umum dianjurkan untuk memberi dan menerima hadiah, tapi ada kondisi-kondisi khusus di mana itu dilarang. Di dalam teori ilmu hukum ini disebut lex specialis derogat legi generali. Hukum yang khusus mengalahkan hukum yang umum, misalnya dalam perkara korupsi, UU KPK (hukum khusus) mengenyampingkan KUHAP (hukum umum) dalam hal hukum acara tindak pidana korupsi [8]. Dalam konteks hadiah dalam Islam, salah satu contohnya akan kami bahas secara singkat berikut ini.

Menolak Hadiah Binatang Buruan Dalam Keadaan Ihram

عَنْ الصَّعْبِ بْنِ جَثَّامَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَنَّهُ أَهْدَى لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِمَارًا وَحْشِيًّا وَهُوَ بِالْأَبْوَاءِ أَوْ بِوَدَّانَ فَرَدَّ عَلَيْهِ فَلَمَّا رَأَى مَا فِي وَجْهِهِ قَالَ أَمَا إِنَّا لَمْ نَرُدَّهُ عَلَيْكَ إِلَّا أَنَّا حُرُمٌ

Dari As Sha'bi bin Jatstsamah radliallahu 'anhu bahwa dia menghadiahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seekor keledai liar di Abwa atau di Waddan namun Beliau menolaknya. Ketika Beliau melihat raut mukanya, Beliau berkata: "Kami tidak bermaksud menolak keledai tersebut, tapi kami menolaknya karena kami sedang ihram". (HR Bukhari, Muslim)

Imam Ibnu Hajar berkata, nabi menjelaskan sebab beliau tidak menerima hadiah karena sedang ihram. Orang ihram tidak dapat memakan binatang buruan yang sengaja diburu untuk diberikan kepadanya. [9]

Adapun menerima hadiah selain binatang buruan ketika ihram, maka tidaklah mengapa.

Islam Melarang Pegawai Pemerintah/Negara Menerima Hadiah

Inilah bahasan inti yang ingin kami sampaikan dalam tulisan ini. Dengan didahului penjelasan dan dalil-dalil tentang keutamaan memberikan hadiah, agar tidak muncul kesimpulan yang salah atau perdebatan bahwa hadiah itu dilarang.

KBBI mendefinisikan pejabat sebagai pegawai pemerintah yg memegang jabatan penting (unsur pimpinan).

Dalam tulisan ini, pejabat yang kami maksudkan, secara umum meliputi orang-orang yang bekerja bagi negara, diangkat oleh negara dan dibiayai oleh negara. Termasuklah presiden dan wakil, anggota kabinet lembaga non departemen, kepala daerah, para anggota parlemen, pegawai negeri sipil, anggota TNI dan Polri, BUMN, dan pejabat/pegawai lembaga-lembaga negara non pemerintah lainnya (BPK, KPK, MA, MK, dst).

Bahasan ini kami sampaikan, karena saat ini sudah terlalu lazim pejabat publik atau pegawai negeri menerima hadiah ketika mereka menjabat, yang biasanya diberikan oleh berbagai pihak dengan berbagai kepentingan pula, entah mungkin dalam bentuk uang terima kasih, atau parcel lebaran, atau mungkin hadiah dalam bentuk ibadah, seperti paket umrah. Seakan-akan itu hal yang lumrah dan memang hak mereka.

Padahal nabi sudah melarang mereka untuk menerima hadiah dengan amat tegas, larangan yang diriwayatkan dengan dalil-dalil yang shahih. Tegasnya Islam mengharamkan pejabat dan pegawai negara untuk menerima hadiah. Inilah salah satu prinsip good governance yang sudah digariskan oleh Islam sejak 14 abad yang lalu, yang sayangnya entah sengaja atau tidak, terlupakan oleh sebagian umatnya, terutama oleh yang sedang diberi amanah jabatan. Kami akan coba menguraikan dalil-dalil dari Al Quran, hadits dan para salaf.

Dalil Pertama, Al Quranul Karim

Allah Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (Al Maa'idah: 1)

Di dalam tafsir Al Azhar, Buya Hamka rahimahullah menjelaskan bahwa Allah memerintahkan orang yang beriman untuk menyempurnakan 'uqud. 'Uqud adalah bentuk jamak dari 'aqad. Buya Hamka menjelaskan arti yang terdekat dengan bahasa kita adalah ikat, seperti mengikat janji, mengikat sumpah.

Buya mengutip dari tafsir Ruhul Ma'ani karya Al Alusi rahimahullah, bahwa 'uqud itu dapat disimpulkan kepada tiga pokok terbesar, yaitu:

1. 'aqad antara hamba dan Allah;

2. 'aqad antara hamba dan dirinya sendiri;

3. 'aqad antara sesama manusia.

Ayat ini menunjukkan bahwa segala macam 'aqad atau janji atau kontrak dan sejenisnya diakui oleh Islam dan wajib dipenuhi. Kalau dimungkiri maka si pelanggarnya telah melepaskan diri dari ciri-ciri orang yang beriman, kecuali janji yang mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang halal, demikian Buya Hamka. Buya menyitir satu hadits, sbb:

الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

Perdamaian (persesuaian) diperbolehkan di antara kaum muslimin kecuali yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan kaum muslimin boleh menentukan syarat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad, Ibnu Majah. Imam Tirmidzi berkata hadits hasan shahih) [11]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah juga menjelaskan dari Ibnu Abbas dan Mujahid radliallahu 'anhuma, bahwa yang dimaksud 'uqud adalah perjanjian-perjanjian. [12]

'Uqud atau 'aqad apa yang kami maksud dalam konteks tulisan ini?

Setiap pejabat yang akan diangkat untuk memangku suatu jabatan, wajib mengangkat sumpah jabatan, yang lazimnya dilakukan dengan kitab suci (Quran) di atas kepalanya. Kami petikkan satu bait dari dua contoh sumpah jabatan, sbb:

• Sumpah Jabatan Pejabat Sipil dan Militer: Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya. [13]

• Sumpah Jabatan Pejabat Hukum: Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira bahwa ia mempunyai atau akan mempunyai perkara atau hal yang mungkin bersangkutan dengan jabatan yang saya jalankan ini. [14]

Di sini jelas ada 'aqad antara sang pejabat dengan negara, 'aqad untuk tidak menerima hadiah atau pemberian dari siapapun juga. Wajiblah bagi sang pejabat untuk memenuhi aqad ini, kecuali sang pejabat adalah manusia tidak beriman.

Mungkin ada pertanyaan, bukankah pada aqad di atas ada "syarat" bahwa pada hadiah itu patut diduga si pemberi memiliki kepentingan. Lalu bagaimana kalau sang pejabat yakin bahwa tidak ada kepentingan atas hadiah itu? Misalnya "terima kasih yang ikhlas", berarti boleh?

Ini adalah salah satu trik berkelit yang pernah kami dengar dari rekan yang menjadi pejabat. Untuk menjawab trik ini, tinggal ditanyakan saja secara jujur, kalau dia bukan pejabat, apakah ada orang yang akan memberi hadiah? Kalau dia cuma pengangguran duduk di rumah orang tuanya, apakah tiba-tiba ada orang memberi hadiah parcel lebaran atau paket umrah? Kalau nanti dia sudah tidak menjabat, apakah parcel itu akan terus diberikan kepadanya ataukah diberikan kepada pejabat penggantinya?

Kalau jawaban dari pertanyaan di atas adalah tidak, jelaslah bahwa orang-orang memberikan hadiah karena si pejabat duduk di jabatan itu, maka sudah lebih dari cukup untuk menduga bahwa ada kepentingan dari si pemberi, entah kepentingan saat itu juga atau sebagai cara untuk menumpuk budi yang suatu saat akan ditagih kepada sang pejabat.

UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi, pasal 11 dan 12, penuh dengan ancaman denda dan pidana kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah. Undang-undang sebagai perangkat peraturan negara tentu saja wajib ditaati selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

Dari Abdullah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mendengar dan taat kepada seorang (pemimpin) muslim berlaku dalam hal yang disukai atau tidak disukai, selama pemimpin itu tidak menyuruh melakukan kemaksiatan. Jika dia menyuruh melakukan kemaksiatan maka tidak boleh didengar dan ditaati." (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa'i, Ahmad)

Tapi memang sulit bagi yang sudah terbiasa atau menganggap wajar menerima hadiah atau budaya upeti seperti itu, mau berapapun ancamannya mungkin akan ada yang berkelit lagi. Pernah kami dengar ada yang berkata, "Bukankah kita hanya terikat pada syarat-syarat yang tidak mengharamkan yang halal? Bukankah menerima hadiah juga dihalalkan/dianjurkan oleh nabi?"

Dalil Kedua, Hadits Shahih

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا عَلَى صَدَقَاتِ بَنِي سُلَيْمٍ يُدْعَى ابْنَ الْلَّتَبِيَّةِ فَلَمَّا جَاءَ حَاسَبَهُ قَالَ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلَّا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ حَتَّى تَأْتِيَكَ هَدِيَّتُكَ إِنْ كُنْتَ صَادِقًا ثُمَّ خَطَبَنَا فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَسْتَعْمِلُ الرَّجُلَ مِنْكُمْ عَلَى الْعَمَلِ مِمَّا وَلَّانِي اللَّهُ فَيَأْتِي فَيَقُولُ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ أُهْدِيَتْ لِي أَفَلَا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ حَتَّى تَأْتِيَهُ هَدِيَّتُهُ وَاللَّهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا لَقِيَ اللَّهَ يَحْمِلُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ لَقِيَ اللَّهَ يَحْمِلُ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَهُ حَتَّى رُئِيَ بَيَاضُ إِبْطِهِ يَقُولُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ بَصْرَ عَيْنِي وَسَمْعَ أُذُنِي

Dari Abu Humaid As Sa'idi mengatakan, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam pernah mempekerjakan seorang laki-laki untuk mengelola zakat bani Sulaim yang sering dipanggil dengan nama Ibnu Al Latabiyah, tatkala dia datang, dia menghitungnya dan berkata: "Ini adalah hartamu (zakat yang terkumpul) dan ini hadiah (yang diberikan kepada ku)."

Spontan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berujar: "Kenapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah ayahmu atau ibumu sampai hadiahmu datang kepadamu jika kamu jujur."

Kemudian beliau berpidato di hadapan kami, memuja dan memuji Allah terus bersabda: "Amma ba'd. Sesungguhnya saya mempekerjakan salah seorang diantara kalian untuk mengumpulkan zakat yang telah Allah kuasakan kepadaku, lantas ia datang dan mengatakan: 'ini hartamu dan ini hadiah yang diberikan kepadaku', kenapa dia tidak duduk-duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya sampai hadiahnya datang kepadanya? Demi Allah, tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil sesuatu yang bukan haknya, selain ia menjumpai Allah pada hari kiamat dengan memikul hak itu, aku tahu salah seorang diantara kalian menjumpai Allah dengan memikul unta yang mendengus, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik."

Kemudian beliau mengangkat tangannya hingga terlihat putih ketiaknya seraya mengatakan: "Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan apa yang kulihat dengan mataku dan kudengar dengan dua telingaku?" (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud)

Kitab-kitab hadits Imam Bukhari dan Imam Muslim disepakati oleh para ulama sepanjang 12 abad ini sebagai kitab tershahih kedua dan ketiga setelah Al Quranul Karim. Sementara hadits di atas disepakati keshahihannya oleh ke dua imam hadits tersebut (istilahnya muttafaqun 'alaihi). Kami akan ulas sedikit penempatan hadits-hadits ini di dalam dua kitab hadits shahih tersebut.

Di dalam koleksi shahihnya, Imam Bukhari menempatkan hadits ini atau yang senada dengan ini, di beberapa tempat di antaranya pada Kitabuz Zakah, Kitabul Hibah, Kitabul Hiyal dan kitabul Ahkam. Di dalam Kitabul Ahkam (hukum), hadits ini beliau tempatkan dalam dua bab, masing-masing dengan judul:

• هَدَايَا الْعُمَّالِ atau Hadiah Pegawai Pemerintahan. Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa judul ini merupakan redaksi hadits lain yang diriwayatkan secara marfu' dari Imam Ahmad, yaitu: هَدَايَا الْعُمَّال غُلُولٌ atau Hadiah-Hadiah Untuk Pegawai Pemerintah Adalah Pengkhianatan. [15]

• مُحَاسَبَةِ الْإِمَامِ عُمَّالَهُ atau Pemeriksaan (audit) Pemimpin Kepada Pembantunya

Di dalam Kitabul Hiyal (Tipu Daya), Imam Bukhari menempatkannya dalam bab:

• اِحْتِيَال العُمَّالُ ليُهْدَى لَهُ atau Tipu Daya Petugas Zakat Agar Mendapatkan Hadiah.

Sementara Imam Muslim menempatkan delapan hadits senada dengan ini, dengan sedikit perbedaan redaksi dari jalur periwayatan yang berbeda. Hadits-hadits itu ditempatkan dalam bab yang berjudul:

• تَحْرِيمِ هَدَايَا الْعُمَّالِ atau Haram Hukumnya Menerima Hadiah Bagi Pegawai.

Tampak jelas bagi kami bahwa hadits ini adalah pengecualian (lex specialis atau dalil khas) dari hadits-hadits nabi yang secara umum (dalil 'amm atau lex generalis) menganjurkan untuk memberi atau menerima hadiah.

Jelas tampak ada larangan dari nabi, dan kaidah ushul fiqih menyatakan

اَلنَّهْيُ لِلتَّحُرِيْمِ,

atau larangan adalah pengharaman. Tapi daripada kita mencoba menafsirkan sendiri hukum dari hadits itu, lebih baik kita baca saja tafsiran para ulama umat ini, yang jauh lebih faqih dan faham daripada kita.

Dari pemberian judulnya saja, sudah bisa kita lihat bagaimana para ulama menafsirkan hukum dari hadits ini. Kami akan tampilkan syarah atau penjelasan dari hadits itu dari Imam Ibnu Hajar (Fathul Baari) dan Imam Nawawi (Syarah Shahih Muslim), yang notabene adalah syarah hadits yang authoritative dalam dunia keilmuan Islam.

Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa nabi mencela perbuatan Ibnu Al Latabiyah yang menerima hadiah itu, karena kedudukannya sebagai seorang pegawai pemerintah. Kemudian kalimat "mengapa dia tidak duduk saja di rumah bapak ibunya", memberi faidah bahwa sekiranya dia menerima hadiah dalam kondisi seperti itu (bukan pegawai pemerintah, tapi cuma duduk-duduk di rumah orang tuanya), maka hukumnya tidak apa-apa (untuk menerima hadiah) karena tidak ada faktor yang menimbulkan kecurigaan. Selain itu tidak disukai menerima hadiah dari orang yang meminta pertolongan. [16]

Kepemilikannya terhadap apa yang dihadiahkan kepadanya itu sebenarnya karena dia adalah petugas pengambil zakat (petugas pemerintah), lalu dia menganggap bahwa apa yang dihadiahkan kepadanya itu menjadi haknya, bukan para pemilik hak di mana dia bekerja padanya (pemerintah). Maka nabi menjelaskan, bahwa hak-hak yang dia bekerja untuk itu adalah sebab dihadiahkannya hadiah itu kepadanya, dan seandainya dia diam di rumahnya, tentu tidak ada sedikit pun dari itu yang dihadiahkan kepadanya. Karena itu dia tidak layak menghalalkannya hanya karena barang itu sampai kepadanya sebagai hadiah. [17]

Kami ingin menegaskan, bahwa kedudukan Ibnu Al Latabiyah ini adalah pegawai pemerintah atau pejabat negara secara umum, seperti yang disebut di dalam judul-judul redaksi hadits atau penjelasan Imam Ibnu Hajar dan Imam Nawawi, bukan sekedar seperti petugas amil zakat fitri sukarela tingkat RT/RW atau PNS di Baznas saja.

Madinah di kala itu adalah sebuah negara berdaulat, lengkap dengan ciri-ciri sebuah negara modern saat ini, yaitu: ada pemimpin yaitu nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ada konstitusi (Piagam Madinah), ada penegakan kedaulatan (seperti pertempuran Badar, Uhud dan Khandaq), ada penegakan hukum (pelaksanaan hudud), ada wilayah dan ada rakyat. Sehingga penunjukan petugas oleh nabi adalah seperti pelantikan pegawai atau pejabat oleh kepala negara (atau aparat yang mewakilinya) di masa kita saat ini.

Imam Ibnu Hajar menjelaskan dari sebuah hadits lain, ketika berdiri untuk berkhutbah itu, nabi shallallahu 'alaihi wasallam naik mimbar dalam keadaan marah. [18] Jelas di sini beliau memperlihatkan ketidaksenangannya secara terbuka terhadap praktek menerima hadiah ini.

Kemudian nabi menjelaskan bahwa orang itu tidak akan datang pada hari kiamat dengan membawa sesuatu yang dipersiapkan untuk dirinya [19], karena dia mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Tampak jelas bagi kami bahwa nabi menyebut perilaku pegawai pemerintah atau pejabat publik yang menerima hadiah itu adalah "mengambil sesuatu yang bukan haknya".

Imam Nawawi menjelaskan bahwa dalam hadits ini terdapat keterangan, hadiah untuk pegawai itu haram dan merupakan sebuah pengkhianatan, karena pegawai itu mengkhianati wilayah dan amanahnya. Oleh karena itu disebutkan hukuman hadiah yang diambilnya itu akan dibawanya nanti pada hari kiamat. Nabi telah menerangkan sebab pengharamannya, yaitu karena status kekuasaan yang dimiliki oleh pegawai itu. Berbeda dengan hadiah bagi selain pegawai yang justru dianjurkan. Hukum barang yang diterima oleh pegawai itu, barang itu dikembalikan kepada pemberinya, jika sulit untuk dikembalikan maka dikembalikan ke baitul mal (kas negara). [20]

Di sini juga diperlihatkan sebuah praktek good governance yang dicontohkan nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kami kutipkan dan bahas beberapa poin yang relevan dari kedua imam pensyarah kitab shahih, antara lain:

• Pemimpin dianjurkan berkhutbah untuk urusan-urusan penting. [21] Khutbah adalah sarana komunikasi publik di masa itu, saat ini mungkin dalam bentuk press release atau pidato di televisi.

• Ketika seorang pegawai melaporkan tugas, maka pemimpin mengevaluasi atau mengauditnya [21] [22], agar diketahui apa yang sedang di tangannya dan apa yang dia keluarkan. Dalam konteks negara kita saat ini, untuk mencegah laporan asal bapak senang dan menegakkan transparansi pendapatan (dan belanja) negara.

• Larangan bagi pegawai pemerintah untuk menerima hadiah tanpa izin imam [23] (imam dalam konteks negara Madinah saat itu adalah nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagai head of state). Dalam kondisi kita saat ini, larangan menerima hadiah tanpa seizin negara. Karena Indonesia adalah negara hukum, "izin" ini tentu berupa perangkat aturan hukum yang berlaku (UUD, UU, Perpres, dst). Misalnya jika sudah disahkan oleh KPK dalam mekanisme gratifikasi bahwa hadiah itu bisa diberikan untuk sang penerima.

• Jika petugas diberi hadiah, maka dia harus mengembalikannya [24]. Jika terlanjur menerima (tanpa izin nabi) atau sulit untuk dikembalikan maka dimasukkan ke dalam baitul mal (kas negara) [25] [26]. Dalam konteks kita sekarang, jika pejabat menerima hadiah maka harus melaporkannya kepada KPK. Setelah diputuskan oleh KPK bahwa ini sebuah gratifikasi, maka diputuskan sebagai milik negara.

• Menutup semua jalan yang dijadikan sarana oleh orang untuk mengambil harta dengan menekan orang yang diambil hartanya [27]. Banyak kasus pejabat di Indonesia memperkaya diri saat ini dengan dalih macam-macam, di antaranya "hadiah yang ikhlas" atau "tolong menolong". Di dalam Islam, hal seperti ini dicegah sejak awal sebagai tindakan preventif terhadap korupsi.

• Menerima hadiah dari mereka yang biasa memberi hadiah sebelum seseorang memangku jabatan tertentu diperbolehkan. Imam Ibnu Hajar memberi catatan, bahwa hadiahnya tidak melebihi kebiasaan. [28] Misalnya, jauh sebelum Pak Fulan diangkat menjadi walikota, seseorang sudah biasa menghadiahi sekotak telur ayam buat Pak Fulan menjelang lebaran, lalu setelah menjadi walikota maka tidak apa-apa jika kebiasaan itu masih diteruskan, dengan catatan: tetap sekotak telur ayam.

• Barangsiapa melihat seseorang berpendapat yang menimbulkan mudharat kepada orang yang mengikuti pendapat itu (dalam hal ini pendapat Ibnu Al Ibnu Al Latabiyah yang menerima hadiah), maka dia sebaiknya memasyhurkan di antara manusia dan menjelaskan kesalahannnya untuk mengingatkan mereka agar tidak terperdaya dengannya. Imam Ibnu Hajar juga menjelaskan, boleh mencela orang yang keliru [29] (dalam urusan publik, bukan urusan privat). Inilah sebuah bentuk transparansi publik yang diajarkan dalam Islam. Ini bantahan jelas bagi sekelompok orang yang ta'ashub dengan pemimpinnya, ketika kebijakan atau pernyataan publik pemimpinnya dikritik secara terbuka lalu mereka membalas dengan dalil-dalil ghibah. Padahal mengghibahi seseorang dengan alasan yang dibenarkan syar'i adalah diperbolehkan. Ini sebuah bab dengan pembahasan tersendiri, insya Allah jika ada kesempatan akan kami bahas.

Pembahasan tentang dalil kedua (hadits nabawiyah) ini kami tutup dengan sebuah hadits shahih yang secara tegas mengatur jabatan dan gaji pejabat.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ

Dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa yang kami beri jabatan untuk mengurusi suatu pekerjaan kemudian kami berikan kepadanya suatu pemberian (gaji), maka apa yang ia ambil setelah itu (selain gaji) adalah suatu bentuk pengkhianatan." (HR Muslim, Abu Daud. Teks dari Imam Abu Daud)


Dalil Ketiga, Salafush Shalih

Salafush shalih adalah istilah yang dinisbatkan kepada generasi terdahulu umat Islam, yang merupakan generasi terbaik yaitu para sahabat, tabi'in dan tabi'uttabi'in. Nabi menjamin "keterbaikan" mereka dalam sebuah hadits shahih.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ الْقَرْنُ الَّذِي أَنَا فِيهِ ثُمَّ الثَّانِي ثُمَّ الثَّالِثُ

Dari 'Aisyah dia berkata, seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Siapakah sebaik-baik manusia?". Beliau menjawab, "Yaitu masa yang aku hidup di dalamnya, kemudian generasi kedua, dan generasi ketiga." (HR Muslim)

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radliallahu 'anhu menanyai seorang pegawai baitul mal yang pulang membawa banyak hadiah, "Dari mana kau dapatkan barang-barang ini?" Pegawai tersebut mengatakan bahwa itu adalah hadiah. Mendengar itu, Umar lantas membacakan sabda nabi yang kami kutip sebelumnya (tentang Ibnu Al Latabiyah) dan menetapkan hadiah itu untuk kas negara.

Terukir pula nama seorang Umar lain, yaitu Umar bin Abdul Aziz (lahir 63 H) dari kalangan tabi'in, cicit dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab, dibesarkan di bawah bimbingan sahabat Ibnu Umar radliallahu 'anhum, masyhur dengan keadilan, kejujuran, kezuhudan terhadap dunia dan kecakapan sebagai pemimpin, sehingga sering disebut sebagai khalifah kelima. Di masa akhir jabatannya yang hanya 2 tahun 5 bulan, sangat sulit mencari penerima zakat karena kehidupan rakyat yang sejahtera. Inilah sosok pemimpin yang adil sehingga mensejahterakan rakyatnya, bukan pemimpin yang memikirkan kesejahteraan diri dan kelompoknya lalu lupa keadilan untuk rakyatnya.

Bagaimana sikap beliau terhadap hadiah untuk pemimpin? Dari sebuah atsar yang shahih disebutkan:

اِشْتَهَى عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ التُّفَاحَ فَلَمْ يَجِدْ فِي بَيْتِهِ شَيْئًا يَشْتَرِ بِهِ، فَرَكِبْنَا مَعَهُ، فَتَلَقَّاهُ غِلْمَانُ الدِّيرِ بِأَطْبَاقِ تُفَّاحٍ، فَتَنَاوَلَ وَاحِدَةً فَشَمَّهَا ثُمَّ رَدَّ اْلأَطْبَاقَ، فَقُلْتُ لَهُ فِي ذَلِكَ فَقَالَ، لَا حَاجَةَ لِي فِيْهِ، فَقُلْتُ، أَلَمْ يَكُنْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ أَبُوْ بَكْرٍ وَ عُمَرُ يَقْبَلُوْنَ الْهَدِيَّةَ؟ فَقَالَ، إِنَّهَا لأُولَئِكَ هَدِيَّةٌ وَ هِيَ لِلْعُمَّالِ بَعْدَهُمْ رِشْوَةٌ

Umar bin Abdul Aziz ingin memakan apel, namun dia tidak mendapati di rumahnya sesuatu yang bisa digunakan untuk membelinya. Kami pun menunggang kuda bersamanya. Kemudian dia disambut oleh pemuda-pemuda biara dengan piring-piring yang berisi apel. Umar bin Abdul Aziz mengambil sebuah apel dan menciumnya, lalu mengembalikannya ke piring. Aku pun bertanya kepadanya mengenai hal itu. Maka dia berkata, "Aku tidak membutuhkannya". Aku bertanya, "Bukankah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar menerima hadiah?". Dia menjawab, "Sesungguhnya ia bagi mereka adalah hadiah dan bagi pejabat sesudahnya adalah suap".

Imam Ibnu Hajar menjelaskan, Umar bin Abdul Aziz radliallahu 'anhu menyamakan hadiah untuk pejabat sebagai suap. Orang yang menerima suap disebut murtasyi, orang yang menyuap disebut rasyi, orang yang menjadi perantaranya disebut ra'isy. Sementara telah disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi tentang laknat bagi orang yang menyuap, mengambil suap dan yang menjadi perantara suap.

Makna yang disebut oleh Umar bin Abdul Aziz terdapat pula dalam hadits marfu' yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ath Thabrani,

هَدَايَا الْعُمَّال غُلُولٌ

Hadiah-Hadiah Untuk Pegawai Pemerintah Adalah Pengkhianatan. (Imam Ibnu Hajar menyatakan sanadnya dhaif). [30]

Perkataan Beberapa Ulama

Imam Asy Syafi'i rahimahullah ketika membahas tentang hadits Ibnu Al Latabiyah itu mengatakan "diharamkan bagi petugas untuk menyegerakan mengambil hak terhadap orang-orang yang ditangani urusannya." [31]

Di dalam Al Ahkam As Sulthaniyah (Hukum Pemerintahan), Imam Al Mawardi rahimahullah menjelaskan bahwa siapa pun yang diangkat sebagai hakim tidak diperbolehkan menerima hadiah dari salah satu pihak yang berperkara atau dari seseorang warga di daerah kerjanya, kendati orang tersebut tidak mempunyai lawan dalam satu perkara, karena bisa jadi ia bertindak tidak adil dalam jabatannya. [32]

Imam Al Mawardi mengutip hadits:

هَدَايَا اْلأُمَرَاءِ غُلُولٌ

Hadiah-hadiah para gubernur adalah hasil curian (HR Baihaqi, sanadnya lemah) [33]

Jika hakim menerima hadiah dan gajinya dipercepat kepadanya dalam bentuk hadiah tersebut, ia berhak memilikinya. Jika gajinya tidak dipercepat kepadanya dengan hadiah tersebut, maka baitul mal (kas negara) lebih berhak terhadap hadiah tersebut jika ia tidak bisa mengembalikan hadiah tersebut kepada pemberinya, karena kas negara lebih berhak terhadap hadiah itu daripada sang hakim. [34]

Syaikh Ibnu al Utsaimin rahimahullah ditanya tentang sebagian siswa yang memberikan hadiah kepada guru-guru perempuannya bertepatan dengan adanya suatu moment tertentu, sebagian dari guru-guru itu ada yang masih mengajar mereka, sebagian lainnya tidak sedang mengajar mereka akan tetapi ada kemungkinan kelak guru-guru tersebut akan mengajarkan mereka di tahun-tahun berikutnya dan sebagian lagi adalah guru-guru yang tidak mungkin akan mengajarkan mereka seperti guru-guru yang sudah keluar. Maka apakah hukumnya?

Syaikh menjawab bahwa untuk keadaan yag ketiga (gurunya sudah keluar) maka tidaklah mengapa. Adapun untuk keadaan yang lainnya—pertama dan kedua—maka tidaklah dibolehkan walaupun hanya sekedar hadiah melahirkan atau yang lainnya karena hadiah semacam itu dapat menjadikan hati guru tersebut condong kepadanya. [35]

Mudah-mudahan cukup jelas bagi kita apa hukumnya menerima hadiah bagi para pejabat negara. Dalil diriwayatkan secara shahih dari nabi, dan diuraikan oleh ulama yang diakui dunia.

Jauh sebelum konsep good governance dimatangkan dan digadangkan belakangan ini, Islam sudah mengaturnya secara jelas. Inilah salah satu contoh kecil dari syari'ah Islam, seperangkat aturan hidup (way of life) yang amat lengkap untuk keselamatan dunia dan akhirat. Inilah nikmat Allah untuk kita. Tapi mengapa kita berpaling dari syari'ah? Nikmat Allah mana lagi yang mau kita dustakan?

Beberapa Kejadian Kontemporer

Yang amat memprihatinkan adalah, di sebuah negara di mana ada 200 juta lebih muslim hidup, budaya memberi upeti kepada pejabat ini justru amat subur, tidak usah kita hitung mafia anggaran atau proyek.

Sudah tidak aneh ada orang yang baru menjabat lalu kaya raya mendadak. Malahan terkadang, niat untuk masuk ke pemerintahan atau parlemen, salah satunya adalah karena banyaknya hadiah yang akan diterimanya nanti. Rasa malu karena kaya mendadak setelah menjabat sudah tidak ada. Benarlah apa yang dikatakan oleh nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ

"Sesungguhnya yang diperoleh manusia dari ucapan kenabian yang pertama adalah jika kamu tidak mempunyai rasa malu, maka berbuatlah sesukamu." (HR Bukhari)

Carilah pejabat eselon satu atau dua di Indonesia yang hanya punya sepeda motor atau satu mobil sebagai kendaraan pribadinya. Akan sulit. Tentu kita tidak langsung menuduh mereka korupsi dan mereka pun akan menolak bahkan bisa menuntut balik kalau dikatakan korupsi. Tapi mudahnya, tinggal dihitung saja berapa penghasilan resmi mereka per bulan, lalu berapa total kekayaan yang ada.

Salahkah mereka kaya? Tidak salah juga, bisa jadi memang warisan orang tua. Yang jadi masalah adalah, kalau cara menjadi kaya itu dengan memanfaatkan jabatan, tidak usah kita sebut praktek kotor seperti mark up anggaran misalnya, kebiasaan menerima hadiah atau gratifikasi saja sudah sangat merusak. Setelah diberi hadiah, akan timbul hutang budi kepada pemberi, akan hilang sikap adil, dst. Secara alamiah saja, manusia sudah sulit untuk adil, ditambah pula ada kecenderungan kepada pihak tertentu yang selama ini sudah menanam budi dalam bentuk hadiah-hadiah untuk para pejabat itu. Itulah sebabnya Islam melarang ini secara tegas.

Kalau ada yang jujur dan hidup sederhana, malah dianggap aneh. Pernah kami mempunyai tetangga pensiunan perwira menengah sebuah kesatuan elit TNI, orang yang kami ketahui sangat menjunjung tinggi integritas, ketika pensiun beliau hanya punya satu motor tua, bukan moge tetapi yang biasanya dipakai pengojek. Sang menantu bercerita kepada kami, dulu sebelum menikah, ketika tahu calon mertuanya perwira satuan elit, dia memperkirakan mobilnya paling tidak ada dua.

Kita ambil dua contoh yang masih segar. Dalam sesi wawancara terbuka 'Seleksi Calon Hakim Agung RI' di Gedung Komisi Yudisial bulan Juli 2011 yang lalu, seorang hakim mengaku kerap menerima hadiah. Ia berkata, "Saya sering terima tanda mata, berupa Ayam, Singkong, tapi saya tahu itu bukan semata-mata untuk suap. Melainkan ucapan terimakasih yang iklas," [36]

Apakah kalau dia bukan hakim, dan duduk-duduk saja di rumah engkongnya, maka akan ada orang mengirim ayam dan singkong ke rumahnya?

Hadiah ini kadang dilabeli dengan "ucapan terima kasih", kadang dilabeli dengan "balas jasa". Seorang anggota DPR RI dengan tenang mengatakan "Saya sering disebut sebagai pengumpul duit partai, tapi saya bukan calo." [37]

Apakah kalau dia bukan anggota parlemen, dan duduk-duduk saja di rumah orang tuanya, lalu kepala daerah mau mendekati dan menghadiahi dia?

Hadiah ini terkadang berupa sesuatu yang kelihatannya ahsan (baik). Seperti naik haji atau umrah. Pernah seorang rekan kami menceritakan bahwa temannya yang anggota parlemen dihadiahi oleh mitra kerjanya, pergi umrah ke tanah suci. Bagaimana ini? Bukankah menerima hadiah bagi pejabat negara hukumnya haram? Bagaimana kalau hadiahnya umrah?

Berarti ini umrah dengan dana haram. Sahkah umrahnya? Bisa saja sah, meskipun ada perbedaan pendapat ulama tentang hal ini. Diterima Allah kah? Tidak. Ini bukan perkataan kami, tapi perkataan nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sendiri. Hal ini sudah kami bahas pada tulisan kami "Amal Shalih Dengan Uang Syubhat atau Haram?" [38]

Ada pula yang berkata, "Bagaimana jika hadiah itu diterima saja, daripada ditolak dan jatuh ke tangan orang kafir? Bukankah lebih baik jatuh ke tangan kita dan kita salurkan sebagai amal shalih? Kita tidak ingin menggunakan uang itu, tapi hanya menyalurkannya kepada masyarakat."

Kami sungguh prihatin terhadap alasan seperti ini. Kalau nabi sudah melarang, maka itu harus dijauhi, full stop. Nabi sudah mengharamkan, maka hukumnya tetap haram sampai hari kiamat. Ini hal yang amat mendasar di dalam Islam. Kalau alasan-alasan atas nama amal shalih itu dibenarkan, mengapa tidak sekalian membuat peternakan babi, pabrik bir atau kasino, di mana kita tidak akan menggunakan keuntungannya, tapi daripada uangnya diambil orang kafir, lebih baik ke tangan kita, bisa jadi amal. Na'udzubillah min dzalik.

Syaikh Yusuf Al Qaradhawi menyitir hadits nabi

وَتَسْتَحِلُّوْا مَحَارِمَ اللهِ بِأَدْنَى الْحِيَلِ

Dan janganlah kamu menghalalkan larangan-larangan Allah dengan siasat murahan (HR Tirmidzi dari Abu Abdullah bin Bathah)

Syaikh Qaradhawi menjelaskan, termasuk perbuatan siasat yang berdosa adalah menamakan sesuatu yang haram dengan nama lain. [39]

Penutup

Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi nasehat untuk kami, keluarga kami, saudara-saudari kami yang bekerja di pemerintahan dan para pembaca umumnya.

Buat saudara-saudari kami yang berkiprah di pemerintahan dan penyelenggara negara, jangan anggap remeh masalah hadiah ini. Betul ini sudah lazim, betul orang sekeliling kita cuek menerima hadiah dari rekanan, tapi nabi kita sudah melarang tegas. Jangan pula mencoba untuk mencari-cari siasat pembenaran ketika nabi sudah menegaskan larangannya. Sungguh tragis, ketika kita menolak makanan haram seperti daging babi dan minuman keras, tapi di sisi lain kita menerima hadiah karena jabatan. Sesuatu yang mungkin kita sambut gembira, tapi ternyata membinasakan di hari akhirat kelak. Na'udzubillah min dzalik.

Buat saudara-saudari kami yang berkiprah di pemerintahan dan penyelenggara negara, tetaplah menjaga malu. Malu adalah bagian dari iman. Tetaplah menjaga integritas dan berjuang walaupun di sekeliling kita sudah mabuk harta semua. Kalaupun tinggal kita sendiri, maka berjuanglah sendiri. Sahabat Abu Dzar Al Ghifari radliallahu 'anhu mati dalam kesendirian di tengah padang gurun karena mempertahankan prinsip dan warisan sang nabi. Kebenaran tidak ditentukan dari mayoritas, tapi dari compliance dengan Al Quran dan as sunnah.

Wallahu Ta'ala A'lam.